BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, baik perusahaan yang bergerak dibidang pabrikan maupun jasa akan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Satu hal yang harus diperhatikan bersama yaitu bahwa keberhasilan berbagai aktivitas didalam perusahaan dalam mencapai tujuan bukan hanya tergantung pada pada keunggulan teknologi, dana operasi yang tersedia, sarana ataupun prasarana yang dimiliki, malainkan juga tergantung pada aspek sumber daya manusia. Faktor sumber daya manusia ini merupakan elemen yang harus diperhatikan oleh perusahaan, terutama bila mengingat bahwa era perdagangan bebas akan segera dimulai, dimana iklim kompetisi yang dihadapi akan sangat berbeda. Hal ini memaksa setiap perusahaan harus dapat bekerja dengan lebih efisien, efektif dan produktif. Tingkat kompetisi yang tinggi ini akan memacu tiap perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan persaingan yang tinggi yang dalam hal ini berarti perusahaan harus memberikan perhatian pada aspek sumber daya manusia. Jadi manusia dapat dipandang sebagai faktor penentu karena ditangan manusialah segala inovasi akan direalisir dalam upaya mewujudkan tujuan perusahaan.
Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang diharapkan organisasi dapat memberikan andil positif terhadap semua kegiatan perusahaan dalam mencapai tujuannya, setiap karyawan diharapkan memiliki motivasi kerja yang tinggi yang diharapkan nantinya akan meningkatkan disiplin kerja yang tinggi. Motivasi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pihak manajemen bila mereka menginginkan setiap karyawan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan perusahaan, karena dengan motivasi, seorang karyawan akan memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Tanpa motivasi, seorang karyawan tidak dapat memenuhi tugasnya sesuai standar atau bahkan melampaui standar karena apa yang menjadi motif dan motivasinya dalam bekerja tidak terpenuhi. Sekalipun seorang karyawan memiliki kemampuan operasional yang baik bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja, hasil akhir dari pekerjaannya tidak akan memuaskan
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga perawat/bidan yang baru pada hari pertama mereka bekerja, karena perawat/bidan tidak dapat diharapkan bekerja dengan baik dan patuh, apabila peraturan/prosedur atau kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan sebagai mestinya. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya
B. Tujuan penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam materi mengenai Disiplin Kerja pada Mata Kuliah manajemen Sumber Daya lanjutan.
BAB II
DISIPLIN KERJA
A. Pengertian
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatakan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku. Sebagai contoh, beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidak sopan ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifikterhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.
Sehingga seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.
Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto (1989) mengemukakan disiplin kerja sebagai suatu sikap menghormati, menghargai patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.
Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar
Pada bagian lain, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) menyebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat taat dan tunduk terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku, kesadaaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan. Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai seorang karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja.
Menurut Wayne Mondy dan Robert M. Noe (1990) disiplin adalah status pengendalian diri seseorang karyawan, sebagai tanda ketertiban dan kerapian dalam melakukan kerjasama dari sekelompok unit kerja di dalam suatu organisasi (someone status selfcontrol as orderliness sign order and accuration in doing cooperation from a group of unit work in a organization)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
B. Bentuk-Bentuk Disiplin kerja
Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja yaitu :
· Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah
· Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang tidak tepat.
· Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
· Prespektif Utilitarian (Utilitarian Prespective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada sat kosekuensi-kosekuensi tindakan disiplin melibihi dampak-dampak negatifnya.
Jackclass (1991) membedakan disiplin dalan dua kategori, yaitu self dicipline dan social dicipline. Self dicipline merupakan disiplin pribadi karyawan yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas kerja rutin yang harus dilaksanakan, sedangkan social dicipline adalah pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara keseluruhan.
Menurut Daniel M. Colyer. 1991), disiplin pada umumnya termasuk dalam aspek pengawasan yang sifatnya lebih keras dan tegas (hard and coherent). Dikatakan keras karena ada sanksi dan dikatakan tegas karena adanya tindakan sanksi yang harus dieksekusi bila terjadi pelanggaran.
Terdapat dua jenis disiplin dalam organisasi, yaitu : (1) disiplin preventif dan (2) disiplin korektif (Sondang P. Siagaan, 1996). Disiplin preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan prilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi, untuk mencegah jangan sampai para karyawan berperilaku negatif. Keberhasilan penerapan pendisiplinan karyawan (disiplin preventif) terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Dalam hal ini terdapat tiga hal yang perlu mendapat perhatian manajemen di dalam penerapan disiplin pribadi, yaitu :
Triguno (2000) menyebutkan bahwa tujuan pokok dari pendisiplinan preventif adalah untuk mendorong karyawan agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi, agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan, yang dapat mematikan prakarsa, kreativitas serta partisipasi sumber daya manusia.
- Para anggota organisasi perlu didorong, agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang menjadi miliknya.
- Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksudkan seyogyanya disertai oleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif.
- Para karyawan didorong, menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam rangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
Disiplin korektif adalah upaya penerapan disiplin kepada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi secara bertahap. Horald D. Garret. (1994) menyebutkan bahwa bila dalam instruksinya seorang karyawan dari unit kelompok kerja memiliki tugas yang sudah jelas dan sudah mendengarkan masalah yang perlu dilakukan dalam tugasnya, serta pimpinan sudah mencoba untuk membantu melakukan tugasnya secara baik, dan pimpinan memberikan kebijaksanaan kritikan dalam menjalankan tugasnya, namun seseorang karyawan tersebut masih tetap gagal untuk mencapai standar kriteria tata tertib, maka sekalipun agak enggan, maka perlu untuk memaksa dengan menggunakan tindakan korektif, sesuai aturan disiplin yang berlaku.
Tindakan sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Sayles dan Strauss menyebutkan empat tahap pemberian sanksi korektif, yaitu: (1) peringatan lisan (oral warning), (2) peringatan tulisan (written warning), (3) disiplin pemberhentian sementara (discipline layoff), dan (4) pemecatan (discharge).
Di samping itu, dalam pemberian sanksi korektif seyogyanya memperhatikan tiga hal berikut: (1) karyawan yang diberikan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya; (2) kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri dan (3) dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan “wawancara keluar” (exit interview) pada waktu mana dijelaskan antara lain, mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu.
Burack (1993) mengingatkan bahwa pemberian sanksi korektif yang efektif terpusat pada sikap atau perilaku seseorang dalam unit kelompok kerja yang melakukan kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja dan bukan karena kepribadiannya.
Untuk itu, dalam penerapan sanksi korektif hendaknya hati-hati jangan sampai merusak seseorang maupun suasana organisasi secara keseluruhan. Dalam pemberian sanksi korektif harus mengikuti prosedur yang benar sehingga tidak berdampak negatif terhadap moral kerja anggota kelompok. Ada beberapa pengaruh negatif bilamana tindakan sanksi korektif dilakukan secara tidak benar, yaitu: (1) disiplin manajerial, (2) disiplin tim, (3) disiplin diri. (Robert F. Hopkins, 1996). Pengaruh negatif atas penerapan tindakan sanksi korektif yang tidak benar akan berpengaruh terhadap kewibawaan manajerial yang akan jadi menurun, demikian juga dalam tindakan sanksi korektif dalam tim yang tidak benar dapat berakibat terhadap kurangnya partisipasi karyawan terhadap organisasi, dimana kerja tim akan menjadi tidak bersemangat dalam melaksanakan tugas kerja samanya, dan menjadi tercerai berai karena kesalahan tindakan disiplin tim.
C. Pendekatan disiplin Kerja
Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner: aturan tungku panas (hot stove rule), tindakan disiplin progresif, (progressive discipliner), dan tindakan disiplin positif (positive discipliner). Pendekatan-pendekatan aturan tungku panas dan tindakan disiplin progresif berfokus pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan datang dalam bekerja sama dengan para karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak akan timbul lagi.
Aturan tungku panas
Pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut sebagai aturan tungku panas (hot stove rule). Menurut pendekatan ini, tindakan disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah tungku panas:
· Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera sehingga individu memahami alas an tindakan tersebut. Dengan berlalunya waktu, orang memiliki tendensi meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian menghapuskan efek-efek disipliner yang terdahulu.
· Memberi peringatan. Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang bergerak semakin dekat dengan tungku panas, maka diperingatkan oleh panasnya tungku tersebut bahwa mereka akan terbakar juka mereka menyentuhnya, dan oleh karena itu ada kesempatan menghindari terbakar jika mereka memilih demikian.
· Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disipliner haruslah konsisten ketika setiap orang yang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti pada tungku panas, dan pada periode waktu yang sama, akan terbakar pada tingkat yang sama pula. Disiplin yang konsisten berarti :
- Setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya/menjalaninya.
- Setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan ganjaran disiplin yang sama.
- Disiplin diberlakukan dalam cara yang sepadan kepada segenap karyawan.
· Membakar tanpa membeda-bedakan. Tindakan disipliner seharusnya tidak membeda-bedakan. Tungku panas akan membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa memilih-milih. Penyelia menitikberatkan pada perilaku yang tidak memuaskan, bukan pada karyawanya sebgai pribadi yang buruk. Cara paling efektif mencapai tujuan ini adalah melakukan konseling korektif. Penyelia lebih menekankan bagaimana masalah disiplin tersebut dapat dipecahkan. Penyelia mengambil tindakan disiplin dalam lingkungan yang suportif, memuaskan pada perbaikan kinerja daripada penjatuhan hukuman.
Meskipun pendekatan tungku panas memiliki beberapa kelebihan, pendekatan ini juga memiliki kelemahan-kelemahan. Jika keadaan yang mengelilingi semua situasi disipliner adalah sama, tidak aka nada masalah dengan pendekatan ini. Meskipun begitu, situasi-situasi sering sungguh berbeda, dan banyak variable yang mungkin ada dalam setiap kasus disipliner individu. Sebagai contoh, apakah organisasi menghukum karyawan yang loyal dan telah bekerja selama dua puluh tahun sama dengan individu yang baru bekerja selama satu bulan ? Dengan demikian, penyelia sering menjumpai bahwa ia tidak mampu bersikap konsisten dan impersional dalam mengambil tindakan disipliner. Karena situasi berbeda-beda, tindakan disipliner progresif mungkin lebih realistik dan lebih menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.
Tindakan Disiplin Progresif
Tindakan disiplin progresif (progressive discipliner) dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progresif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela. Penggunaan tindakan ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya pelanggaran. Manajer hendaknya mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini secara berurutan untuk menentukan tindakan.
Pendekatan Disipliner Progresif
Untuk membantu para manajer dalam mengenali tindakan tingkat disipliner yang tepat, beberapa perusahaan telah merumuskan prosedur disipliner. Satu pendekatan adalah dengan menyusun pedoman-pedoman tindakan disipliner progresif, seperti contoh berikut ini :
Pedoman-pedoman yang dianjurkan untuk tindakan disiplinerbagi pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan pertama: suatu peringatan lisan, kedua: suatu peringatan tertulis, dan ketiga: terminasi.
· Kelalaian dalam pelaksanaan tugas-tugas.
· Ketidakhadiran kerja tanpa izin.
· Inefisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan.
Pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan suatu peringatan tertulis dan selanjutnya terminasi:
· Tidak berada di tempat kerja.
· Kegagalan melapor kerja satu atau dua hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan.
· Kecerobohan dalam pemakaian property perusahaan.
Pelanggaran-pelanggaran yang langsung membutuhkan pemecatan:
· Pencurian di tempat kerja.
· Perkelahian di tempat kerja.
· Pemalsuan kartu jam hadir kerja.
· Kegagalan melapor kerja tiga hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan.
Dalam contoh ini, seorang karyawan yang tidak hadir tanpa izin akan mendapatkan peringatan lisan pada saat pertama kali hal ini terjadi dan peringatan tertulis untuk yang kedua kalinya; yang ketiga kalinya, karyawan akan diberhentikan. Perkelahian di tempat kerja adalah suatu pelanggaran yang biasanya berakibat pemberhentian dengan segera. Bagaimanapun, pedoman spesifik untuk berbagai pelanggaran haruslah disusun untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi. Sebagi contoh, merokok di daerah yang terlarang dapat menjadi dasar bagi pemecatan langsung didalam perusahaan-perusahaan yang mudah terbakar atau meledak. Di lain pihak, pelanggaran yang sama mungkin tidak begitu serius di dalam sebuah pabrik yang menghasilkan produk-produk beton. Pada dasarnya hukuman haruslah tepat untuk memusatkan perhatian pada kerasnya pelanggaran.
Tindakan Disiplin Positif
Dlam banyak situasi, hukuman tidaklah memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Namun, hukuman hanya mengejar seseorang agar takut atau membenci alikaso hukuman yang dijatuhkan penyelia. Penakanan pada hukuman ini dapat mendorong para karyawan untuk menipu penyelia mereka daripada mengoreksi tindakan-tindakannya. Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi kelemahan tadi, yaitu mendorong karyawan memantau perilaku-perilaku mereka sendiri dan memikul tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Disiplin posirif bertumpukan pada konsep bahwa para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka dan persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Prasyarat yang perlu bagi disiplin positif adalah pengkonsumsikan persyaratan-persyaratan pekerjaan dan peraturan-peraturan kepada para karyawan. Setiap orang mesti mengetahui, pada saat diangkat jadi pegawai dan seterusnya, apa yang diharapkan oleh penyelia dan manajemen. Standar-standar kinerja hendaklah wajar, dapat dicapi dengan upaya yang masuk akal, dan konsisten dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Penyelia seyogyanya mengkonsumsikan jenis perilaku karyawan yang diharapkan daripada sekedar membeberkan daftar larangan yang berlimpah.
Tindakan disiplin positif adalah serupa dengan disiplin progresif dalam hal bahwa tindakan ini juga menggunakan serentetan langkah yang akan meningkatkan urgensi dan kerasnya hukuman sampai langkah terakhir, yakni pemecatan. Sungguhpun begitu, disiplin positif mengganti hokum yang digunakan dalam disiplin progresif dengan sesi-sesi konseling antara karyawan dan penyelia. Sesi-sesi ini dimaksudkan agar karyawan belajar dari kekeliruan-kekeliruan silam dan memulai rencana untuk membuat suatu perubahan positif dalam perilakunya. Alih-alih tergantung pada ancaman-ancaman dan hukuman-hukuman, penyelia memakai keahlian-keahlian konseling untuk memotivasi para karyawan supaya berubah. Alih-alih menimpakan kesalahan pada karyawan, penyelia menekankan pemecahan masalah secara koboratif.
D. Sanksi Pelanggaran Kerja
Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi.
Sedangkan sanksi pelanggaran adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Ada beberapa tingkat dan jenis sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu oranisasi yaitu:
1) Sanksi pelanggaran ringan, dengan jenis:
· Teguran lisan,
· Teguran tertulis,
· Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2) Sanksi pelanggaran sedang, dengan jenis:
· Penundaan kenaikan gaji,
· Penurunan gaji,
· Penundaan kenaikan pangkat.
3) Sanksi pelanggaran berat, dengan jenis:
· Penurunan pangkat,
· Pembebasan dari jabatan,
· Pemberhentian,
· Pemecatan.
E. Pengaturan dan pengelolaan Disiplin
Setiap manajer harus dapat memastikan bahwa karyawan tertib dalam tugas. Dalam konteks disiplin, maka keadilan harus dirawat dengan konsisten. Jika karyawan menghadapi tantangan tindakan disipliner, pemberi kerja harus dapat membuktikan bahwa karyawan yang terlibat dalan kelakuan yang tidak patut dihukum. Di sini para penyelia perlu berlatih bagaimana cara mengelola disiplin dengan baik. Untuk mengelola disiplin diperlukan adanya standar disiplin yang digunakan untuk menentukan bahwa karyawan telah diperlukan secara wajar.
1) Standar disiplin
Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan, apakah besar atau kecil. Semua tindakan disipliner perlu mengikuti prosedur minimum; aturan komunikasi dan ukuran capaian. Tiap karyawan dan penyelia perlu memahami kebijakan perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.
Karyawan yang melanggaran aturan diberi kesempatan untuk memperbaiki perilaku mereka. Para manajer perlu mengumpulkan sejumlah bukti untuk membenarkan disiplin. Bukti ini harus secara hati-hati didokumentasikan sehingga tidak bias untuk diperdebatkan. Sebagai suatu model bagaimana tindakan disipliner harus diatur adalah:
· Apabila seorang karyawan melakukan suatu kesalahan, maka karyawan harus konsekuen terhadap aturan pelanggaran;
· Apabila tidak dilakukan secara konsekuen berarti karyawan tersebut melecehkan peraturan yang telah ditetapkan;
· Ke dua hal di atas akan berakibat pemutusan hubungan kerja dan karyawan harus menerima hukuman tersebut.
2) Penegakkan standar disiplin
Jika pencatatan tidak adil/syah menurut undang-undang atau pengecualian ketenagakerjaan sesuka hati. Untuk itu pengadilan memerlukan bukti dari pemberi kerja untuk membuktikan sebelum karyawan ditindak. Standar kerja tersebut dituliskan dalam kontrak kerja.
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yang
kita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal mereka dapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat menunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga keteladanan pimpinan harus diperhatikan.
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.
Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan:
a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika
Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan sampai terlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.
d. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
c. Disiplin Harus Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukuman yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu sendiri.
d. Disiplin Harus Impersonal
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi. Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah dan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinan hubungan antara karyawan dan atasan.
e. Disiplin Harus Setimpal
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/05/konsep-disiplin-kerja/
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/disiplin-kerja-karyawan.html
http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/disiplin-kerja.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar